Makalah AMPUTASI
OLEH:
ANNA FITRIA
ESNI LAILATUL K.
FITRI WULANDARI
HENGKY FIRMANSYAH
FAKULTAS
KESEHATAN UNIVERSITAS GRESIK
PROGRAM STUDI
ILMU KEPERAWATAN S1 UNIVERSITAS GRESIK
2012
KATA PAENGANTAR
Puji syukur kami munajatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan hidayah serta inayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik.
Kedua kalinya, sholawat
serta salam kami tunjukkan pada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, yang
telah menunjukkan kita dari jalan jahiliyyah menuju jalan ilmiah.
Ketiga kalinya, kami juga
tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.
Ibu Roihatul Zahroh, S.Kep. Ners. Selaku ketua program studi
ilmu keperawatan.
2.
Ibu Rita Rahmawati S.kep. Ners. Selaku dosen pengajar mata kuliah KMB 11
3.
Teman-teman dan semua pihak yang
bersangkutan.
Yang telah memberikan kami
motivasi sekaligus bimbingan dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari
bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga makalah
ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kami khususnya, dan para pembaca
sekalian.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Amputasi merupakan pembedahan yang menghilangkan
sebagian atau seluruhanggota tubuh bagian ekstremitas. Seringkali masyarakat
merasa takut dan tidak mau untuk diamputasi karena masyarakat atau klien
menggangap hal tersebut sangat berbahaya dandapat menyebabkan kematian. Padahal
dalam konteks pembedahan, amputasi bertujuan untuk menyelamatkan
hidup.Secara umum, amputasi merupakan pilihan pembedahan yang terakhir,
dimanasedapat mungkin dilakukan prosedur bedah yang mempertahankan ekstremitas.
Namun pada beberapa kondisi, antara lain pada
sarkoma jaringan lunak yang sudah menginfiltrasi semuastruktur lokal di
ekstremitas, amputasi merupakan pilihan. Sebagai ukuran medis,
amputasidigunakan untuk memeriksa rasa sakit atau proses penyebaran penyakit
dalam kelenjar yangterpengaruh, misalnya pada malignancy atau gangrene. Dalam
beberapa kasus amputasidilakukan untuk
mencegah penyakit tersebut menyebar lebih jauh dalam tubuh. Jadi,amputasi
dilakukan sebagai pilihan terakhir jika segala pengobatan yang telah
dilakukantidak berhasil.
1.2
Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dengan
tujuan untuk memberikan suatu gambaran, penjelasanyang lebih mendalam mengenai
amputasi.
Diharapkan masyarakat
dapat mengetahui tentangamputasi itu sendiri, pengobatan setelah amputasi
dengan cara yang tepat dan dukungan yang perlu diberikan pada klien yang
mengalami amputasi.
1.3
Rumusan Masalah
1)Apakah yang menyebabkan
tindkan amputasi?
2)Bagaimana metoda dan
klasifikasi dari amputasi?
3)Bagaimana patofisiologi
terjadinya amputasi?
4)Bagaimana Asuhan
Keperawatan terhadap klien amputasi?
1.3 Tujuan
Mahasiswa mampu mengetahui
secara umum ASKEP KMB 11 AMPUTASI.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Amputasi adalah tindakan pembedahan
dengan membuang bagian tubuh. Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan
“pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstremitas.
Tindakan ini merupakan tindakan yang
dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi
pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik
lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien
secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan
komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan
yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem
persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia
dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan
citra diri dan penurunan produktifitas
B. Etiologi
Indikasi utama bedah
amputasi adalah karena :
1. Iskemia karena penyakit
reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti klien dengan
artherosklerosis, Diabetes Mellitus.
2. Trauma amputasi, bisa
diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury seperti terbakar, tumor,
infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets disease dan kelainan kongenital.
C.
Patofisiologi
Dilakukan sebagian kecil
sampai dengan sebagian besar dari tubuh, dengan dua metode :
1. Metode terbuka (guillotine
amputasi).
Metode ini
digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya benar-benar
terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapat ditutup setelah
tidak terinfeksi.
2. Metode tertutup (flap
amputasi)
Pada metode
ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang
diamputasi.
3. Tidak semua amputasi
dioperasi dengan terencana, klasifikasi yang lain adalah karena trauma
amputasi.
D.
Tingkatan Amputasi
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal
ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi,
berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas
ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan
seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun
amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak
amputasi yaitu :
a. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu
amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb.
b. Amputasi diatas lutut
Amputasi ini memegang angka penyembuhan
tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer.
3. Nekrosis. Pada keadaan
nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak berhasil
dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur. Kontraktur
sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta melakukan
latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama
diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
5. Neuroma. Terjadi pada
ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu
rendah sehingga melengket dengan kulit
ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari
stump sehingga tertanam di dalam otot.
6. Phantom sensation. Hampir
selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas tersebut
disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi
terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
E.
Penatalaksanaan Amputasi
Amputasi
dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.
Ada 2 cara perawatan post
amputasi yaitu :
1. Rigid dressing
Yaitu dengan
menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu
memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau tidak.
Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan jangan sampai
menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta
tempat-tempat tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema,
mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri.
Setelah pemasangan rigid
dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera, mobilisasi setelah 7 – 10
hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 – 3 minggu, setelah stump
sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini
dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya
perawat yang terampil, therapist dan prosthetist serta kerelaan dan kemauan
dokter bedah untuk melakukan supervisi program perawatan. Rigid dressing dibuka
pada hari ke 7 – 10 post operasi untuk melihat luka operasi atau bila ditemukan
cast yang kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.
2. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan
pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang
cukup. Harus diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan
konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat
tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab
akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain
dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan
pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan.
Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 - 14 post operasi. Pada amputasi diatas
lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal
ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.
F.
Dampak Masalah Terhadap Sistem Tubuh.
Adapun
pengaruhnya meliputi :
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan
pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga
menurunkan kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih
besar dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal
ini menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial
pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas
menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan
memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran
ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi
a. Penurunan kapasitas paru
Pada klien
immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta
relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal
dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi
tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi
dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan
metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c. Mekanisme batuk tidak
efektif
Akibat immobilisasi
terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus
cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris
normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi
sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme
pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan
immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve
Dibawah
pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu
pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan
immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula
tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi
sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang
bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup
untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien
merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya
immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan
nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa
metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya
penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan
paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari
adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi
penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat
penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar
pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori
yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya
jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi
kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces
lebih keras dan orang sulit buang air besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi
tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan
sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal
banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
-
Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
- Tertahannya
urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat
menyebabkan ISK.
8. Sistem integumen
Tirah baring
yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan
sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika
hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika
tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi
pasca operasi utama adalah infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli lemak dan sensasi phantom limb.
Masalah nyeri phantom kadang sukar diatasi.
Setelah amputasi selalu terdapat perasaan bagian ekstremitas yang hilang masih
ada, dan setiap penderita akan mengalaminya. Sebagian penderita merasa
terganggu sedangkan sebagian lagi merasakannya sebagai nyeri.
Rasional untuk fenomema ini tak jelas,
tetapi diyakini berhubungan dengan inflamasi potongan ujung saraf. Meskipun
jarang, sensasi phantom limb dapat menjadi kronis, masalah berat yang
memerlukan intervensi lebih agresif seperti blok saraf, psikoterapi, terapi
obat, stimulasi saraf listrik, atau eksisi neuroma.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pra
Operasi
1. Pengkajian
a. Monitor status
neurovaskuler kedua ekstremitas.
b. Observasi
daerah yang akan dibedah.
c. Observasi
tanda vital.
d. Kaji perasaan
dan pengetahuan tentang amputasi dan dampaknya pada gaya hidup.
e. Diskusikan
dengan klien tentang perubahan body image yang akan terjadi, tentang kehilangan
dan berduka.
B.
POST OPERASI
1. Pengkajian
a. Kaji nyeri
(sensai phantom limb).
b. Kaji vital sign
(tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan).
c. Kaji tipe
balutan dan plester penekan.
d. Kaji jumlah
perdarahan, warna pada drainage, ada atau tidaknya drainage.
e. Kaji posisi
stump.
f. Kaji infeksi
jaringan, kontraktur dan deformitas abduksi.
C. Diagnosa Keperawatan
Untuk klien
dengan amputasi diagnosa keperawatan yang lazim terjadi adalah :
1. Gangguan mobilisasi fisik
berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
2. Gangguan konsep diri ;
body image berhubungan dengan perubahan fisik.
3. Gangguan rasa nyaman :
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot.
4. Gangguan pemenuhan ADL;
personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya kemampuan dalam merawat
diri.
5. Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan tirah baring yang lama.
6. Potensial kontraktur
berhubungan dengan immobilisasi.
7. Potensial infeksi
berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.
D. Perencanaan
1. Gangguan mobilisasi fisik
berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
a. Tujuan :
Ø Jangka Panjang :
Mobilisasi fisik terpenuhi.
Ø Jangka Pendek :
§ Klien dapat menggerakkan
anggota tubuhnya yang lainnya yang masih ada.
§ Klien dapat merubah posisi
dari posisi tidur ke posisi duduk.
§ ROM, tonus dan kekuatan
otot terpelihara.
§ Klien dapat melakukan
ambulasi.
b. Intervensi :
1.) Kaji ketidakmampuan bergerak klien
yang diakibatkan oleh prosedur pengobatan dan catat persepsi klien terhadap
immobilisasi.
Rasional : Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak
klien dan persepsi klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan aktivitas
mana saja yang perlu dilakukan.
2.) Latih klien untuk menggerakkan
anggota badan yang masih ada.
Rasional : Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke
otot, memelihara pergerakan sendi dan mencegah kontraktur, atropi.
3.) Tingkatkan ambulasi klien seperti
mengajarkan menggunakan tongkat dan kursi roda.
Rasional : Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan
menggunakan alat-alat yang perlu digunakan oleh klien dan juga untuk memenuhi
aktivitas klien.
4.) Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam
secara periodik
Rasional : Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah
terjadinya kontraktur.
5.) Bantu klien mengganti posisi dari
tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.
Rasional : Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam
duduk dan turun dari tempat tidur.
2. Gangguan konsep diri ;
body image berhubungan dengan perubahan fisik.
a. Tujuan :
Ø Jangka Panjang : Klien dapat menerima keadaan
fisiknya.
Ø Jangka Pendek :
§ Klien dapat meningkatkan
body image dan harga dirinya.
§ Klien dapat berperan serta
aktif selama rehabilitasi dan self care.
3. Gangguan rasa nyaman :
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot.
a. Tujuan :
Ø Jangka Panjang : Nyeri berkurang atau hilang
Ø Jangka Pendek :
§ Ekspresi wajah klien tidak
meringis kesakitan
§ Klien menyatakan nyerinya
berkurang
§ Klien mampu beraktivitas
tanpa mengeluh nyeri.
b. Intervensi :
1.) Tinggikan posisi stump
Rasional : Posisi stump lebih tinggi akan meningkatkan aliran
balik vena, mengurangi edema dan nyeri.
2.) Evaluasi derajat nyeri, catat lokasi,
karakteristik dan intensitasnya, catat perubahan tanda-tanda vital dan emosi.
Rasional : Merupakan intervensi monitoring yang efektif.
Tingkat kegelisahan mempengaruhi persepsi reaksi nyeri.
3.) Berikan teknik penanganan stress
seperti relaksasi, latihan nafas dalam atau massase dan distraksi.
Rasional : Distraksi untuk mengalihkan perhatian klien
terhadap nyeri karena perhatian klien dialihkan pada hal-hal lain, teknik
relaksasi akan mengurangi ketegangan pada otot yang menurunkan rangsang nyeri
pada saraf-saraf nyeri.
4.) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat meningkatkan ambang nyeri pada
pusat nyeri di otak atau dapat membloking rangsang nyeri sehingga tidak sampai
ke susunan saraf pusat.
4. Gangguan pemenuhan ADL;
personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya kemampuan dalam merawat
diri.
a. Tujuan :
Ø Jangka Panjang : Klien dapat melakukan perawatan
diri secara mandiri.
Ø Jangka Pendek :
§ Tubuh, mulut dan gigi
bersih serta tidak berbau.
§ Kuku pendek dan bersih.
§ Rambut bersih dan rapih
§ Pakaian, tempat tidur dan
meja klien bersih dan rapih.
§ Klien mengatakan merasa
nyaman.
b. Intervensi :
1.)
Bantu klien
dalam hal mandi dan gosok gigi dengan cara mendekatkan alat-alat mandi, dan
menyediakan air di pinggirnya, jika klien mampu.
Rasional : Dengan menyediakan air dan mendekatkan alat-alat
mandi maka akan mendorong kemandirian klien dalam
hal perawatan dan melakukan aktivitas.
2.)
Bantu klien
dalam mencuci rambut dan potong kuku.
Rasional : Dengan membantu klien dalam mencuci rambut dan
memotong kuku maka kebersihan rambut dan kuku terpenuhi.
3.)
Anjurkan
klien untuk senantiasa merapikan rambut dan mengganti pakaiannya setiap hari.
Rasional : Dengan membersihkan dan merapihkan lingkungan akan
memberikan rasa nyaman klien.
5.
Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
a. Tujuan :
Ø Jangka Panjang : Klien dapat sembuh tanpa komplikasi
seperti infeksi.
Ø Jangka Pendek :
§ Kulit bersih dan kelembaban cukup.
§ Kulit tidak berwarna
merah.
§ Kulit pada bokong tidak
terasa ngilu.
b. Intervensi :
1.) Kerjasama dengan keluarga untuk
selalu menyediakan sabun mandi saat mandi.
Rasional : Sabun mengandung antiseptik yang dapat
menghilangkan kuman dan kotoran pada kulit sehingga kulit bersih dan tetap
lembab.
2.) Pelihara kebersihan dan kerapihan
alat tenun setiap hari.
Rasional : Alat tenun yang bersih dan rapih mengurangi resiko
kerusakan kulit dan mencegah masuknya mikroorganisme.
3.) Anjurkan pada klien untuk merubah
posisi tidurnya setiap 3 – 4 jam sekali
Rasional : Untuk mencegah penekanan
yang terlalu lama yang dapat menyebabkan iritasi.
6. Resiko tinggi terhadap
kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.
a. Tujuan :
Ø Jangka Panjang : Kontraktur tidak terjadi.
Ø Jangka Pendek :
§ Klien dapat melakukan
latihan rentang gerak.
§ Setiap persendian dapat
digerakkan dengan baik.
§ Tidak terjadi tanda-tanda
kontraktur seperti kaku pada persendian.
b. Intervensi :
1.) Pertahankan peningkatan kontinyu dari
puntung selama 24 – 48 jam sesuai pesanan. Jangan menekuk lutut, tempat tidur
atau menempatkan bantal dibawah sisa tungkai, tinggikan kaku tempat tidur
melalui blok untuk meninggikan puntung.
Rasional : Peninggian menurunkan edema dan menurunkan resiko
kontraktur fleksi dari panggul.
2.) Tempatkan klien pada posisi telungkup
selama 30 menit 3 – 4 kali setiap hari setelah periode yang ditentukan dari
peninggian kontinyu.
Rasional : Otot normalnya berkontraksi waktu dipotong. Posisi
telungkup membantu mempertahankan tungkai sisa pada ekstensi penuh.
3.) Tempatkan rol trokanter disamping
paha untuk mempertahankan tungkai adduksi.
Rasional : Kontraktur adduksi dapat terjadi karena otot
fleksor lebih kuat dari pada otot ekstensor.
4.) Mulai latihan rentang gerak pada
puntung 2 – 3 kali sehari mulai pada hari pertama pasca operasi. Konsul
terapist fisik untuk latihan yang tepat.
Rasional : Latihan rentang gerak membantu mempertahankan
fleksibilitas dan tonus otot.
7. Potensial infeksi
berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.
a. Tujuan :
Ø Jangka Panjang : Infeksi tidak terjadi
Ø Jangka Pendek :
§ Luka bersih dan kering
§ Daerah sekitar luka tidak
kemerahan dan tidak bengkak.
§ Tanda-tanda vital normal
§ Nilai leukosit normal
(5000 – 10.000/mm3)
b. Intervensi :
1.) Observasi keadaan luka
Rasional : Untuk memonitor bila ada tanda-tanda infeksi
sehingga akan cepat ditanggulangi.
2.) Gunakan teknik aseptik dan
antiseptik dalam melakukan setiap tindakan keperawatan
Rasional : Tehnik aseptik dan antiseptik untuk mencegah
pertumbuhan atau membunuh kuman sehingga infeksi tidak terjadi.
3.) Ganti balutan 2 kali
sehari dengan alat yang steril.
Rasional : Mengganti balutan untuk menjaga agar luka tetap
bersih dan dengan menggunakan peralatan yang steril agar luka tidak
terkontaminasi oleh kuman dari luar.
4.) Monitor LED
Rasional : Memonitor LED untuk mengetahui adanya leukositosis
yang merupakan tanda-tanda infeksi.
5.) Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi dan
penurunan tekanan darah merupakan salah satu terjadinya infeksi.
BAB III
KESIMPULAN
Asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami amputasi merupakan bentuk asuhan kompleks
yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam proporsi yang cukup
besar, ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya.
Tindakan amputasi merupakan bentuk
operasi dengan resiko yang cukup besar bagi klien sehingga asuhan keperawatan
perioperatif harus benar-benar adekuat untuk mencapai tingkat homeostatis maksimal
tubuh.
Manajemen keperawatan harus benar-benar ditegakkan untuk
membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi perubahan fisik dan psikologis
akibat amputasi.
DAFTAR PUSTAKA
Asep Setiawan, SKp, et
all, 2000, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Schwartz Stures dan Spencer, 2000, Intisari
Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit EGC. Jakarta. Hal 673. Doengoes,
Marilynn. E,.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.EGC : Jakarta.
Engram, Barbara.
(1990). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta :
EGC
R. Sjamsuhidayat
dan Wim de jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Swearingan,
Pamela. L (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC
2 komentar:
keren banget dah... :)
hihihi.. makasih udh mampir di blog aku :)
Posting Komentar