Senin, 27 Januari 2014

Asuhan Keperawatan Efusi Pleura

                                                                            BAB 1
                                                                  PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang
Efusi pleura ganas (EPG) kini telah menjadi suatu permasalahan klinis yang umum terjadi pada penderita kanker.EPG dapat disebabkan oleh hampir semua jenis keganasan, dimana hampir sepertiganya karena kanker paru. Saat ini kanker paru merupakan penyebab terbanyak EPG sebanyak 36% (7,2% dari seluruh kasus efusi) dari seluruh kasus EPG. EPG dapat menimbulkan gejala awal pada kanker yang belum terdiagnosa, atau sebagai komplikasi lebih lanjut pada pasien yang telah didiagnosa mengidap kanker, ataupun sebagai manifestasi pertama kekambuhan kanker sesudah menjalani pengobatan.Bila dijumpai diagnosis EPG berarti menandakan buruknya prognosis.Penderita kanker yang disertai EPG memiliki daya tahan hidup rata-rata kurang dari 6 bulan sejak terdiagnosa sebagai EPG. Oleh karena itu semakin cepat suatu efusi pleura tersebut dapat dibedakan apakah ganas atau jinak tentunya akan sangat membantu dalam menentukan penatalaksanaan yang tepat terhadap penyakit yang mendasarinya dan turut meningkatkan prognosis.                                         Di Indonesia, pemeriksaan CEA cairan pleura untuk menunjang diagnosisEPG karena kanker paru hanya pernah sekali dilakukan di RS.Dr.Sutomo Surabaya oleh Irawan dkk (2002) dengan jumlah sampel sebanyak 15 orang. Irawan dkk melaporkan bahwa kadar CEA cairan pleura diatas 10 ng/ml sebagai kriteria skrining optimal untuk menentukan EPG karena kanker paru dengansensitivitas 77,8%; 63,6% nilai prediksi positif; 50% nilai prediksi negatif; dan60% keakuratan, sedangkan spesifisitas 50% untuk CEA cairan pleura diatas 20 ng/ml. Hal yang menarik bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada perbandingan hasil sitologi dengan kadar CEA cairan pleura, sehingga kadar CEA cairan pleura dapat digunakan sebagai sarana diagnostik tambahan pada kasus EPG karena kanker paru. Disadari bahwa sensitivitas dan spesifisitas kadar CEA cairan pleura terhadap diagnosis suatu EPG cukup bervariasi dari berbagai laporan hasil penelitian yang lebih banyak dilakukan di Amerika dan Eropa. Namun di Medan, penelitian terhadap sensitivitas kadar CEA cairan pleura karena kanker paru tersebut belum pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sensitivitas pemeriksaan CEA cairan pleura, yang nantinya dapat menjadi sarana penunjang diagnostik non-invasif tambahan yang lebih cepat, mudah dan nyaman untuk pasien terutama pada kasus EPG dengan hasil sitologi/histologi negatif.
1.2Rumusan Masalah            Berdasarkan latar belakang diatas perlu diteliti apakah pemeriksaan CEA cairan pleura dapat digunakan sebagai sarana penunjang diagnostik untuk menentukan suatu EPG karena kanker paru.

1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui peranan pemeriksaan CEA cairan pleura dalam menentukan
suatu EPG karena kanker paru.
2. Tujuan khusus
Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CEA cairan pleuradalam menentukan suatu EPG karena kanker paru.stadium kanker paru tanpa harus menjalani prosedur pemeriksaan dengan tindakan invasive yang sering menemui kendala untuk dilakukan pada pasien.
                                         


  
                                                                        BAB 2
                                                            TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian                                  
 Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)                Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).                                Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995)

2.2    Etiologi
1.Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.           
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.                                        Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :           

1. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
2. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
3. Peningkatan tekanan negative intrapleural
4. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

2.3Tanda dan Gejala
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

2.4    Patofisiologi
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis.Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis.Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung).Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena
tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih.Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.

2.5    Pemeriksaan Diagnostik
1.    Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
2.    Ultrasonografi
3.    Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
4.     Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
5.    Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

2.6    Penatalaksanaan Medis
1.    Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
2.    Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
3.    Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
4.    Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
5.    Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.



                                               BAB 3
                              ASUHAN KEPERAWATAN

3.1    Pengkajian
1.    Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, tempat/tanggal lahir, umur,pendidikan, agama, alamat, tanggal masuk rumah sakit.
2.    Keluhan utama
Adanya penumpukan cairan di rongga pleura.
3.    Riwayat penyakit dahulu.
Klien pernah bedah dada/trauma,    .
4.    Pengkajian fisik
5.    Keadaan umum: baik
6.    Kesadaran compos mentis.
Tanda vital : TD : 120/90 mmHg ( normal), Nadi : 60-100 x/menit ( normal), Suhu : 35,5-37 °C   , RR : 18-24 x/menit (normal).           
7.    Aktifitas/istirahat                                                                                                     Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat Sirkulasi        Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi, DVJ
8.    Integritas                                                                                                             Tanda : ketakutan, gelisah
9.    Makanan/cairanAdanya pemasangan IV vena sentral/ infus
10.    nyeri/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi
11.    Pernapasan
Gejala : K esulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan

3.2     Diagnosa Keperawatan
1.    Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA taknormal.
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria hasil :
1.    Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal
2.    Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
Intervensi :
1.    Identifikasi etiologi atau factor pencetus
2.    Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital)
3.    Auskultasi bunyi napas
4.    Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
5.     Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
6.    Bila selang dada dipasang :
-    periksa pengontrol penghisap, batas cairan
-    Observasi gelembung udara botol penampung
-    Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila terjadi kebocoran
-    Awasi pasang surutnya air penampung
-    Catat karakter/jumlah drainase selang dada.
-    Berikan oksigen melalui kanul/masker
2.    Nyeri dada b.d faktor-faktor biologis (trauma jaringan) dan faktor-faktor fisik (pemasangan selang dada)
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
1.    Pasien mengatakan nyeri berkurang  atau dapat dikontrol
2.    Pasien tampak tenang
Intervensi :
1.    Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
2.     Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
3.    Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi
4.    Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri
5.    Berikan analgetik sesuai indikasi
3.    Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan
Tujuan : tidak terjadi trauma atau henti napas
Kriteria hasil :
1.    Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
2.    Memperbaiki/menghindari lingkungan dan bahaya fisik
Intervensi :
1.    Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase, catat gambaran keamanan
2.    Amankan unit drainase pada tempat tidur dengan area lalu lintas rendah
3.     Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, ganti ulang kasa penutup steril sesuai kebutuhan
4.    Anjurkan pasien menghindari berbaring/menarik selang
5.    Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut.
4.    Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Tujuan : Mengetahui tentang kondisinya dan aturan pengobatan
Kriteria hasil :

1.    Menyatakan pemahaman tentang masalahnya
2.    Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup untuk mencegah terulangnya masalah
Intervensi :
1.    Kaji pemahaman klien tentang masalahnya
2.    Identifikasi  kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang
3.    Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, nutrisi, istirahat, latihan
4.    Berikan informasi tentang apa yang ditanyakan klien
5.    Berikan reinforcement atas usaha yang telah dilakukan klien .