Senin, 27 Januari 2014

Asuhan Keperawatan Efusi Pleura

                                                                            BAB 1
                                                                  PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang
Efusi pleura ganas (EPG) kini telah menjadi suatu permasalahan klinis yang umum terjadi pada penderita kanker.EPG dapat disebabkan oleh hampir semua jenis keganasan, dimana hampir sepertiganya karena kanker paru. Saat ini kanker paru merupakan penyebab terbanyak EPG sebanyak 36% (7,2% dari seluruh kasus efusi) dari seluruh kasus EPG. EPG dapat menimbulkan gejala awal pada kanker yang belum terdiagnosa, atau sebagai komplikasi lebih lanjut pada pasien yang telah didiagnosa mengidap kanker, ataupun sebagai manifestasi pertama kekambuhan kanker sesudah menjalani pengobatan.Bila dijumpai diagnosis EPG berarti menandakan buruknya prognosis.Penderita kanker yang disertai EPG memiliki daya tahan hidup rata-rata kurang dari 6 bulan sejak terdiagnosa sebagai EPG. Oleh karena itu semakin cepat suatu efusi pleura tersebut dapat dibedakan apakah ganas atau jinak tentunya akan sangat membantu dalam menentukan penatalaksanaan yang tepat terhadap penyakit yang mendasarinya dan turut meningkatkan prognosis.                                         Di Indonesia, pemeriksaan CEA cairan pleura untuk menunjang diagnosisEPG karena kanker paru hanya pernah sekali dilakukan di RS.Dr.Sutomo Surabaya oleh Irawan dkk (2002) dengan jumlah sampel sebanyak 15 orang. Irawan dkk melaporkan bahwa kadar CEA cairan pleura diatas 10 ng/ml sebagai kriteria skrining optimal untuk menentukan EPG karena kanker paru dengansensitivitas 77,8%; 63,6% nilai prediksi positif; 50% nilai prediksi negatif; dan60% keakuratan, sedangkan spesifisitas 50% untuk CEA cairan pleura diatas 20 ng/ml. Hal yang menarik bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada perbandingan hasil sitologi dengan kadar CEA cairan pleura, sehingga kadar CEA cairan pleura dapat digunakan sebagai sarana diagnostik tambahan pada kasus EPG karena kanker paru. Disadari bahwa sensitivitas dan spesifisitas kadar CEA cairan pleura terhadap diagnosis suatu EPG cukup bervariasi dari berbagai laporan hasil penelitian yang lebih banyak dilakukan di Amerika dan Eropa. Namun di Medan, penelitian terhadap sensitivitas kadar CEA cairan pleura karena kanker paru tersebut belum pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sensitivitas pemeriksaan CEA cairan pleura, yang nantinya dapat menjadi sarana penunjang diagnostik non-invasif tambahan yang lebih cepat, mudah dan nyaman untuk pasien terutama pada kasus EPG dengan hasil sitologi/histologi negatif.
1.2Rumusan Masalah            Berdasarkan latar belakang diatas perlu diteliti apakah pemeriksaan CEA cairan pleura dapat digunakan sebagai sarana penunjang diagnostik untuk menentukan suatu EPG karena kanker paru.

1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui peranan pemeriksaan CEA cairan pleura dalam menentukan
suatu EPG karena kanker paru.
2. Tujuan khusus
Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CEA cairan pleuradalam menentukan suatu EPG karena kanker paru.stadium kanker paru tanpa harus menjalani prosedur pemeriksaan dengan tindakan invasive yang sering menemui kendala untuk dilakukan pada pasien.
                                         


  
                                                                        BAB 2
                                                            TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian                                  
 Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)                Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).                                Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995)

2.2    Etiologi
1.Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.           
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.                                        Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :           

1. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
2. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
3. Peningkatan tekanan negative intrapleural
4. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

2.3Tanda dan Gejala
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

2.4    Patofisiologi
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis.Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis.Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung).Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena
tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih.Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.

2.5    Pemeriksaan Diagnostik
1.    Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
2.    Ultrasonografi
3.    Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
4.     Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
5.    Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

2.6    Penatalaksanaan Medis
1.    Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
2.    Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
3.    Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
4.    Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
5.    Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.



                                               BAB 3
                              ASUHAN KEPERAWATAN

3.1    Pengkajian
1.    Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, tempat/tanggal lahir, umur,pendidikan, agama, alamat, tanggal masuk rumah sakit.
2.    Keluhan utama
Adanya penumpukan cairan di rongga pleura.
3.    Riwayat penyakit dahulu.
Klien pernah bedah dada/trauma,    .
4.    Pengkajian fisik
5.    Keadaan umum: baik
6.    Kesadaran compos mentis.
Tanda vital : TD : 120/90 mmHg ( normal), Nadi : 60-100 x/menit ( normal), Suhu : 35,5-37 °C   , RR : 18-24 x/menit (normal).           
7.    Aktifitas/istirahat                                                                                                     Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat Sirkulasi        Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi, DVJ
8.    Integritas                                                                                                             Tanda : ketakutan, gelisah
9.    Makanan/cairanAdanya pemasangan IV vena sentral/ infus
10.    nyeri/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi
11.    Pernapasan
Gejala : K esulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan

3.2     Diagnosa Keperawatan
1.    Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA taknormal.
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria hasil :
1.    Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal
2.    Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
Intervensi :
1.    Identifikasi etiologi atau factor pencetus
2.    Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital)
3.    Auskultasi bunyi napas
4.    Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
5.     Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
6.    Bila selang dada dipasang :
-    periksa pengontrol penghisap, batas cairan
-    Observasi gelembung udara botol penampung
-    Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila terjadi kebocoran
-    Awasi pasang surutnya air penampung
-    Catat karakter/jumlah drainase selang dada.
-    Berikan oksigen melalui kanul/masker
2.    Nyeri dada b.d faktor-faktor biologis (trauma jaringan) dan faktor-faktor fisik (pemasangan selang dada)
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
1.    Pasien mengatakan nyeri berkurang  atau dapat dikontrol
2.    Pasien tampak tenang
Intervensi :
1.    Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
2.     Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
3.    Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi
4.    Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri
5.    Berikan analgetik sesuai indikasi
3.    Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan
Tujuan : tidak terjadi trauma atau henti napas
Kriteria hasil :
1.    Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
2.    Memperbaiki/menghindari lingkungan dan bahaya fisik
Intervensi :
1.    Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase, catat gambaran keamanan
2.    Amankan unit drainase pada tempat tidur dengan area lalu lintas rendah
3.     Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, ganti ulang kasa penutup steril sesuai kebutuhan
4.    Anjurkan pasien menghindari berbaring/menarik selang
5.    Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut.
4.    Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Tujuan : Mengetahui tentang kondisinya dan aturan pengobatan
Kriteria hasil :

1.    Menyatakan pemahaman tentang masalahnya
2.    Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup untuk mencegah terulangnya masalah
Intervensi :
1.    Kaji pemahaman klien tentang masalahnya
2.    Identifikasi  kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang
3.    Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, nutrisi, istirahat, latihan
4.    Berikan informasi tentang apa yang ditanyakan klien
5.    Berikan reinforcement atas usaha yang telah dilakukan klien .

Rabu, 30 Januari 2013

Asuhan keperawatan infeksi nifas

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang
           Masa nifas adalah masa setelah persalinan yang di perlukan untuk pulihnya kembali alat-alat kandungan seperti sebelum hamil yang berlangsung selama 6 minggu. Komplikasi masa nifas adalah keadaan abnormal pada masa nifas yang di sebabkan oleh masuknya kuman-kuman pada alat genetalia pada waktu persalinan.
           Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu, sekitar 60% kematian pada ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah persalinan, diantaranya disebabkan oleh adanya komplikasi masa nifas. Selama ini perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab kematian ibu, namun dengan meningkatnya persediaan darah dan sistem rujukan, maka infeksi menjadi lebih menonjol sebagai penyebab kematian dan morbiditas ibu.
1.2    Rumusan  masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana pengkajian pada ibu nifas dengan gangguan infeksi!
2.      Bagaimana diagnosa keperawatan pada ibu nifas dengan gangguan infeksi!
3.      Bagaimana rencana tindakan pada ibu nifas dengan gangguan infeksi!

1.3    Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengkajian pada ibu nifas dengan gangguan infeksi
2.      Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada ibu nifas dengan gangguan infeksi
3.      Untuk mengetahui rencana tindakan pada ibu nifas dengn gangguan infeksi

BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1  Definisi
Infeksi puerperalis atau infeksi nifas adalah semua peradangan yang di sebabkan oleh masuknya kuman – kuman kedalam alat genitalia pada waktu persalinan dan nifas (Sarono Prawiroharjo, 2005 : 689)
Infeksi puerperalis adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genitalia dalam masa nifas (Mochtar Rustam, 1998 : 413)
Jadi yang di maksud infeksi puerperalis adalah infeksi bakteri yang terjadi pada traktus genitalia yang terjadi setelah melahirkan, di tandai dengan kenaikan suhu hingga 38 C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama.

2.2  Etiologi
a.  Berdasar masuknya kuman kedalam alat kandung
Eksasogen       :  kuman datang dari luar
Autogen          :  kuma masuk dari tempat lain dalam tubuh
Endogen          :  dari jalan lahir sendiri
b.  Berdasarkan dari kuman yang sering menyebabkan infeksi
·      Streptococcus haemolytieus aerobicus merupakan sebab infeksi yang paling berat, khusus nya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen (dari penderita lain, alat atau kain yang tidak steril)
·         Staphylococcus aerus masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak di temukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit
·         Eschercia coli sering berasal dari kandung kemih atau rektum dan bisa menyebabkan infeksi terbatas pada perinium, vulva dan endometrium
·         Clostridium welchii, bersifat anaerob. Jarang di temukan tetapi sangat berbahaya. Infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis

Faktor Predisposisi :
1.      Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh ibu seperti perdarahan, anemia, nutrisi buruk, status sosial ekonomi rendah dan imunosupresi
2.      Partus lama, terutama dengan ketuban pecah lama
3.      Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir
4.      Tertinggalnya selaput plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah
5.      Proses persalinan bermasalah; partus lama/macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya proses pencegahan infeksi, manipulasi yang berlebihan, dapat berlanjut keinfeksi dalam masa nifas

2.3  Patofisiologi
Setelah kala III daerah bekas insertio plasenta merupakan daerah bekas luka berdiameter kira-kira 4cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol, karena banyaknya vena yang di tutupi trombus dan merupakan area yang baik untuk perkembangbiakan kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinan, begitu juga vulva, vagina, perinium merupakan tempat masuknya kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau dapat menyebar di luar luka asalnya. Adapun infeksi dapat terjadi sebagai berikut :
a.       Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain adalah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang di masukkan kedalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
b.      Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas yang lainnya yang berada di ruangan tersebut. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bertugas harus di tutupi dengan masker dan penderita infeksi saluran nafas di larang memasuki kamar bersalin.
c.       Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa di bawah melalui aliran udara kemana-mana, antara lain ke handuk, kain-kain yang tidak steril dan alat-alat yang di gunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.
d.      Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali jika menyebabkan pecahnya ketuban.
e.       Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi intrapartum basanya terjadi pada waktu partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali di lakukan pemeriksaan dalam. Gejala-gejala ialah kenaikan suhu, biasanya disertai dengan leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air ketuban biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada infeksi intrapartum kuman-kuman memasuki dinding uterus pada waktu persalinan, dan dengan melewati amnion dapat menimblkan infeksi pula pada janin
2.4  Manifestasi klinis
Infeksi postpartum dapat dibagi atas 2 golongan, yaitu :
1.      Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium.
a.       Infeksi perinium vulva dan serviks
Tanda dan gejalanya :
-          Rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, disuria, dengan atau tanpa distensi urine
-          Jahitan luka mudah lepas, merah dan bengkak
-          Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaan tidak berat, suhu sekitar 38 C, dan nadi kurang dari 100x/menit
-          Bisa luka terinfeksi tertutup jahitan dan getah radang tidak bisa keluar, demam bisa meningkat hingga 39-40 C, kadang-kadang di sertai menggigil
b.      Endometritis
Ø  Kadang-kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta dan selaput ketuban yang disebut lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu.
Ø  Uterus agak membesar, nyeri pada perabaan dan lembek.

2.      Penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, jalan limfe dan permukaan endometrium.
Septikemia :
Ø  Sejak permulaan, pasien sudah sakit dan lemah.
Ø  Sampai 3 hari pasca persalinan suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai menggigil.
Ø  Suhu sekitar 39-40 derajat selsius, keadaan umum cepat memburuk, nadi cepat (140-160 kali per menit atau lebih).
Ø  Pasien dapat meninggal dalam 6-7 hari pasca persalinan.
Piemia :
Ø  Tidak lama pasca persalinan, pasien sudah merasa sakit, perut nyeri dan suhu agak meningkat.
Ø  Gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman dengan emboli memasuki peredaran darah umum.
Ø  Ciri khasnya adalah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai menggigil lalu diikuti oleh turunnya suhu.
Ø  Lambat laun timbul gejala abses paru, pneumonia dan pleuritis.
Peritonitis :
Ø  Pada peritonotis umum terjadi peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, dan ada defense musculaire.
Ø  Muka yang semula kemerah-merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat fasies hippocratica.
Ø  Pada peritonitis yang terbatas didaerah pelvis, gejala tidak seberat peritonitis umum.
Ø  Peritonitis yang terbatas : pasien demam, perut bawah nyeri tetapi keadaan umum tidak baik.
Ø  Bisa terdapat pembentukan abses.
Selulitis pelvik :
Ø  Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, patut dicurigai adanya selulitis pelvika.
Ø  Gejala akan semakin lebih jelas pada perkembangannya.
Ø  Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah uterus.
Ø  Di tengah jaringan yang meradang itu bisa timbul abses dimana suhu yang mula-mula tinggi menetap, menjadi naik turun disertai menggigil.
Ø  Pasien tampak sakit, nadi cepat, dan nyeri perut.



2.5  Pemeriksaan penunjang
1. Sel darah putih : Normal/tinggi dengan pergeseran difrensiasi ke kiri
2. LED dan SDM : sangat meningkat
3. HB / HT : penurunan adanya anemia
4. Kultur dari bahan intra uterus / intra servikal / drainase luka / perawatan gram dari lochea servik dan uterus : mengidentifikasi organisme penyebab
5. Urinaritis dan kultur : mengesampingkan infeksi saluran kemih
6. Ultra sonografi : menentukan adanya fregmen-fregmen placenta yang tertahan, melokalisasi abses peritonium
7. pemeriksaan biomanual : menentukan sifat dan lokasi nyeri pelvis, masa/ pembentukan abses, atau adanya vena-vena dengan trombosis
2.6  Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. selama kehamilan
pencegahan infeksi selama kehamilan antara lain :
-   Perbaikan Gizi
- Koitus pada kehamilan tua sebaiknya di larang karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi
-  Personal Hygine
b. Selama persalinan
·         Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilisasi yang baik
·         Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama
·         Jagalah sterilisasi kamar bersalin dan pakai masker, alat-alat harus suci hama
·         Perlukaan jalan lahir karena tindakan pervaginam maupun perabdominan di bersihkan, dijahit sebaik-baiknya supaya terjaga sterilisasi selama masa nifas
·         Luka di rawat dengan baik, jangan sampai terkena infeksi, begitupula alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kandungan harus steril
·         Penderita dengan infeksi nifas sebaliknya di isolasi dalam ruangan khusus, tidak tercampur dengan ibu sehat
·         Tamu yang berkunjung harus di batasi




2.      Pengobatan
Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dari sekret vagina, luka operasi dan darah serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang sesuai dalam pengobatan
Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat
Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotika spectrum luas menunggu hasil laboratorium
Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus / transfusi darah
Perhatikan diet : TKTP
Lakukan transfusi darah 
Pengobatan kemoterapi dan antibiotika 
-          Kemasan sulfanamid dosis inisial 2 gram diikuti 1 gram 4-6 jam kemudian peroral, sediaan dapat berupa tablet biasa/force, bactrim
-          Kemasan penisilin
-          Tetrasiklin, eritromisin dan klorampenikol
-          Jangan diberikan politerapi antibiotika yang sangat berlebihan
-          Tidak ada gunanya memberikan obat-obatan yang mahal








BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1    Pengkajian
a.       Identitas klien
b.      Riwayat kesehatan
-          Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan klien pernah menderita infeksi tenggorokan
-          Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengeluh badan lemah, demam, nadi cepat, nafas sesak, badan menggigil, gelisah, nyeri pada daerah luka operasi
-          Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan salah satu anggota keluarga ada yang menderita infeksi tenggorokan
c.       Pemeriksaan fisik
-          Aktifitas / istirahat
Biasanya klien mengeluh malaise, letargi, kelelahan/keletihan yang terus menerus (persalinan lama, stressor pasca partum multiple)
-          Sirkulasi
Biasanya takikardi dari berat sampai bervariasi
-          Eliminasi
Biasanya BAB klien diare/konstipasi
-          Mamaknan / cairan
Biasanya anoreksia, mual/muntah, haus, membran mukosa kering, distensi abdomen, kekakuan, nyeri lepas
-          Neurosensori
Biasanya klien mengeluh sakit kepala
-          Pernapasan
Biasanya pernapasan cepat/dangkal

-          Nyeri / ketidaknyamanan
Biasanya nyeri abdomen bawah / uteri, nyeri tekan / nyeri lokal, disuria, ketidaknyamanan abdomen, sakit kepala
-          Integritas ego
Biasanya klien gelisah/anxietas
-          Keamanan
Biasanya terjadi peningkatan suhu tubuh yang merupakan tanda infeksi dan dapat pula menggigil berat atau berulang
-          Seksualitas
Biasanya pecah ketuban dini / lama, persalinan lama, subinvolusi uterus mungkin ada, lochea bau busuk dan banyak/berlebihan, tepi insisi kemerahan, edema, keras, nyeri tekan/mimisan dengan drainasi purulen
d.      Kebiasaan sehari-hari
-          Kebiasaan perorangan
Biasanya kebersihan perorangan tidak terjaga sehingga kuman – kuman mudah masuk / pathogen ada dalam tubuh
-          Makan atau minum
Biasanya klien mengeluh anoreksia, mual / muntah, sering merasa haus
-          Tidur
Biasanya tidur klien mengalami gangguan karena suhu badan meningkat dan badan menggigil
e.       Data sosial ekonomi
Biasanya penyakit ini banyak ditemukan pada ekonomi rendah dengan stressor bersamaan
f.       Data psikologis
Biasanya klien dengan penyakit ini gelisah karena terjadinya peningkatan suhu tubuh dan nyeri tekan pada abdomen



3.2    Dx keperawatan yang mungkin muncul

1.      Gangguan rasa nyaman nyeri b / d respon tubuh pada agen tidak efektif
2.      Resiko tinggi penyebaran infeksi b /d infeksi kerusakan kulit
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b / d intake yang tidak adekuat

3.3  Intervensi
1.      Gangguan rasa nyaman nyeri b / d respon tubuh pada agen tidak efektif
Tujuan : Gg rasa nyaman nyeri dapat teratasi
k/h  :  TTV dalam batas normal, wajah klien tampak rileks atau tidak meringis

Intervensi
Rasional
ü  Kaji lokasi dan sifat ketidaknyamanan / nyeri
ü  berikan instruksi mengenal, membantu, mempertahankan kebersihan dan kehangatan
ü  Instruksikan klien dalam melakukan teknik relaksasi, memberikan aktivitas pengalihan seperti : radio, televisi, membaca






ü  Anjurkan kesinambungan menyusui saat kondisi klien memungkinkan karenanya anjurkan dan berikan instruksi dalam penggunaan pompa payudara listrik / manual

ü  Kolaborasi :
a. Berikan analgetik / antipiretik

b.    Berikan kompres panas local dengan menggunakan lampu pemanas / rendam duduk sesuai indikasi
ü  Membantu dalam diagnosa banding keterlibatan jaringan pada proses infeksi
ü  Meningkatkan kesejahteraan umum dan pemulihan, menghilangkan ketidaknyamanan berkenaan dengan menggigil
ü  Memfokuskan kembali perhatian klien, meningkatkan prilaku positif dengan ketidaknyamanan




ü  Mencegah ketidaknyamanan dari pembesaran payudara, meningkatkan keadekuatan suplai ASI pada klien menyusui

ü  Menurunkan ketidaknyamanan dari infeksi


2.      Resiko tinggi penyebaran infeksi b /d infeksi kerusakan kulit
Tujuan : penyebaran infeksi tidak terjadi
k/h  : mencapai pemulihan tepat waktu, bebas dari komplikasi tambahan
Intervensi
Rasional
ü  Tinjau ulang catatan prenatal, intra partum dan pasca partum
ü  Pertahankan kebijakan mencuci tangan dengan ketat untuk staf, klien dan pengunjung
ü  Anjurkan/ demonstrasikan pembersihan perineum yang benar setelah berkemih, defekasi dan sering ganti balutan Anjurkan/ demonstrasikan pembersihan perineum yang benar setelah berkemih, defekasi dan sering ganti balutan
ü  Demonstrasikan masase fundus yang tepat
ü  monitor TTV
ü  Observasi tanda infeksi lain
ü  Anjurkan posisi semi powler
ü  Anjurkan ibu menyusui secara periodic memeriksa mulut bayi terhadap adanya bercak putih
ü  Kolaborasi :
- Pantau pemeriksaan laboratorium
- Anjurkan penggunaan pemanasan yang lembab
ü  Mengidentifikasi factor-faktor yang menempatkan klien pada kategori resti terhadap terjadinya penyebaran infeksi pasca partum
ü  Membantu mencegah kontaminasi silang
ü  pembersihan melepaskan kontaminasi urinarius/ fekal
ü  Meningkatkan kontraktilitas uterus dan involusi
ü  Peningkatan TTV menyertai infeksi, fluktuasi
ü  Memungkinkan identifikasi awal dan tindakan, meningkatkan resolusi infeksi
ü  Meningkatkan aliran lochea dan drainase uterus
ü  Sariawan oral pada bayi baru lahir adalah efek samping umum dari terapi antibiotic



3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b / d intake yang tidak adekuat
Tujuan : kebutuhan nutrisi tubuh dapat terpenuhi
k/h  : Hb/Ht dalam batas normal, penurunan berat badan
Intervensi
Rasional
ü  Anjurkan pilihan makanan tinggi protein, zat besi dan vitamin C bila masukan oral dibatasi
ü  Tingkatkan masukan sedikitnya 2000 ml/ hari jus, sup dan cairan nutrisi
ü  Anjurkan tidur/ istirahat adekuat
ü  Kolaborasi
- Berikan cairan/ nutrisi parenteral

ü  Protein membantu meningkatkan pemulihan dan regenerasi jaringan baru. Zat besi untuk sintesis Hb, vitamin.C memudahkan absorbsi zat besi dan untuk sintesis dinding sel
ü  Memberikan kalori dan nutrien untuk memenuhi kebutuhan metabolic, mengganti kehilangan cairan

ü  Menurunkan laju metabolisme, memungkinkan nutrient dan O2 untuk digunakan dalam proses pemulihan

ü  Untuk mengatasi dehidrasi, mengganti kehilangan cairan

3.4  Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan terhadap perilaku dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan ditetapkan belum berhasil/ teratasi.


BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. Ini disebakan oleh kuman aerob juga kuman anaerob. Infeksi bisa terjadi melalui tangan penderita, droplet infeksion, infeksi rumah sakit (hospital infection), dalam rumah sakit, dan Koitus karena ketuban pecah. Manifestasi yang muncul bergantung pada tempat-tempat infeksi, ada infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium kemudian bisa menyebar dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, jalan limfe dan permukaan endometrium. Bila menyebar maka manifestasi yang muncul juga dapat memperburuk keadaan penderita.